Geodinamika

GEODINAMIKA
GEODINAMIKA
A.    Pengertian
Apakah geodinamika itu, Geodinamika adalah studi tentang proses-proses dasar fisika untuk memahami lempeng tektonik dan berbagai fenomena geologi (Turcotte dan Schubert, 2002). Melalui pendekana-pendekatan di dalam geodinamika, dapat diketahui segala aspek yang berkaitan dengan proses dinamis pada lapisan lapisan bumi. Terutama menyangkut tentang lempeng litosfer. Proses-proses yang berkaitan dengan lempeng litosfer sangat penting untuk diketahui agar teori-teori mengenai proses dinamis pada kerak bumi dapat selaras dan dengan pendekatan-pendekatan yang ada, dapat pula dipahami tentang proses pembentukan berbagai bentuk topografi di kerak bumi.
Lempeng tektonik menjadi pembahasan yang cukup masif di dalam geodinamika. Lempeng tektonik merupakan suatu medel dimana kulit luar dari bumi dibagi menjadi beberapa lempeng tipis dan rigid yang bergerak relatif antara satu dan yang lain. Pergerakan relatif ini memiliki kecepatan dengan derajat puluhan milimeter per tahun.
B.     Teori Lempeng Tektonik
Kata tektonik berasal dari bahasa Yunani ‘tektonikos’ yang berarti bangunan atau konstruksi. Teori lempeng tektonik adalah teori yang menjelaskan struktur kerak bumi sebagai hasil pemisahan litosfer ke dalam beberapa lempeng semi-tegar (semi-rigid), yang bergerak didorong oleh arus konveksi di dalam astenosfer. Gerakan lempeng litosfer ini mengakibatkan proses geodinamik, misalnya : terjadinya gempabumi, pembentukan pegunungan, proses metamorfosis batuan dan aktivitas vulkanik. Definisi dari teori lempeng tektonik menurut Microsoft Encarta adalah teori tentang gerakan hipotesis lempeng kerak bumi, suatu teori yang menjelaskan pergeseran benua, aktivitas seismik dan vulkanik, pembentukan jalur pegunungan hingga gerakan lempeng kerak bumi di atas bantuan mantel yang kurang rigid. Sedangkan lempeng tektonik merupakan suatu medel dimana kulit luar dari bumi dibagi menjadi beberapa lempeng tipis dan rigid yang bergerak relatif antara satu dan yang lain. Pergerakan relatif ini memiliki kecepatan dengan derajat puluhan milimeter per tahun. (Turcotte dan Schubert, 2002).
  
                                      
lempeng tektonik 
C.     Sejarah Teori Lempeng Tektonik
Teori lempeng tektonik diawali oleh hipotesa pengapungan benua (continental drift) yang sudah diusulkan sejak tahun 1915. Namun pada waktu itu masih banyak yang meragukan kebenaran dari teori pengapungan benua. Salah satu penyebabnya adalah bahwa ketika itu semua bukti u=yang mendukung hipotesa pengapungan benua hanya berasal dari data daratan saja. Padahal, di kemudian hari terbukti bahwa sumber penggerak utama pergeseran benua berada di dasar samudra. Secara komprehensif teori pergeseran benua pertama kali disampaikan oleh Alfred Wegener, seorang ahli meteorologi bangsa Jerman, dalam bukunya tahun 1915 : The Origin of Continents and Ocean ( Asal-usul Benua dan Samudera). Wegener mendasarkan teorinya tidak hanya pada bentuk benua, tetapi juga pada bukti geologi, misalnya kemiripan fosil-fosil yang ditemukan di Brazil dan Afrika. Wegener menggambar sejumlah peta yang memperlihatkan tahapan-tahapan proses pergeseran benua. Diawali dengan sebuah massa daratan yang sangat besar, yang disebutnya Pangea ( artinya ‘samudera daratan’ ). Diyakininya bahwa benua-benua yang terdiri atas batuan granit yang relatif ringan ‘mengapung’ di atas batuan dasar samudera (basalt) yang lebih berat.
Dalam buku Our Wondering Continents, Du Toit (1937) menyatakan bahwa asal-usul super benua bukan satu, melainkan dua : Laurasia di bagian utara dan Gondwanaland di bagian selatan. Kedua benua tersebut dipisahkan oleh samudera Tethys. Herry Hess (1962) membuat hipotesa bahwa dasar samudera terbentuk pada poros punggung samudera dan bergerak menjauhi poros tersebut untuk membentuk suatu dasar samudera baru dalam proses yang disebut pemekaran dasar samudera ( sea floor spreading). 4
Teori lempeng tektonik baru berkembang setelah 1960-an, ketika survei oseanografi telah cukup banyak memiliki data untuk membuat peta topografi regional dasar samudera. Data ini menunjukkan bahwa dasar samudera itu tidak datar, juga tidak mirip dengan permukaan daratan. Di dasar samudera ada suatu sistem retakan di sepanjang punggung samudera, dan ada sistem palung laut dalam di sepanjang pinggiran batas samudera. Kedua bentuk struktur ini merupakan daerah yang aktifitas seismiknya paling tinggi di dunia. T.J. Wilson pada 1965 menemukan gagasan baru dari transform fault yang melengkapi jenis patahan yang dibutuhkan untuk menjelaskan mobilitas dari lempeng tektonik. Setahun setelah itu, T.J. Wilson mempublikasikan pemutakhiran mengenai teori lempeng tektoniknya serta mengenalkan konsepnya mengenai siklus lempeng tektonik yang dikenal sebagai siklus Wilson.

D.    Bukti-bukti Pendukung Hipotesa Pergeseran Benua
Untuk membuktikan kebenaran dari teori pergeseran benua, maka juga diperlukan untuk menyusun teori mengenai rekronstruksi dari benua yang bergeser itu sendiri. Agar dapat merekronstruksi secara akurat dan logis, diperlukan suatu model matematis yang dapat diterapkan dalam menjelaskan pergerakan dari lempeng tektonik. Hal ini dapat dipenuhi dengan menerapkan teorema Euler, yang dapat menjelaskan pergerakan suatu bidang pada permukaan bola. Setelah didapatkan suatu pendekatan dari rekronstruksi suatu benua, maka perlu dibuktikan bahwa mekanisme pergerakan benua memang benar-benar terjadi dan sesuai dengan teori-teori yang ada. Beberapa cakupan yang dapat memberikan bukti dari hipotesa pergeseran benua antara lain :
1. Paleontologi
2. Struktur dan jenis batuan
3. Paleoglasiasi
4. Paleoklimatik
E.     Bukti Paleontologi
Pergeseran benua telah memberikan dampak pada distribusi dari binatang dan tanaman purba (Briggs, 1987) dengan membuat batas untuk memisahkan antar populasi. Salah satu contoh yang jelas adalah pertumbuhan pemekaran antara dua pecahan superkontinen yang mencegah migrasi antara kedua sisi kontinen yang terpisah. Distribusi masa lampau dari tetrapoda menandakan bahwa ada suatu hubungan antara Gondwana dan Laurasia. Sisa dari reptil Mesosaurus ditemukan di Brazil dan Afrika selatan. Walaupun hewan ini dapat beradaptasi dengan berenang, namun sangat tidak mungkin Mesosaurus dapat menjelajahi samudera Atlantik untuk dapat bermigrasi dari selatan Afrika menuju Brazil atau sebaliknya. Tentu saja hal ini dapat terjadi dan sangat mudah untuk dijelaskan jika kedua bagian tersebut dulunya merupakan satu kesatuan.
Contoh lain adalah reptil mirip mamalia yg termasuk dlm genus Lystrosaurus yang hanya dapat hidup di daratan. Ternyata fosilnya ditemukan dlm jumlah besar di Afrika Selatan, Amerika Selatan dan Asia, serta pd tahun 1969 tim ekspedisi Amerika Serikat menemukannya juga di Antartika. Jadi genus tersebut menghuni semua benua bagian selatan. Ada pendapat yang menyatakan kemungkinan dulu ada daratan yang menjadi jembatan penghubung benua-benua tersebut sehingga memungkinkan penyebaran Lystrosaurus di berbagai bagian dunia yang berjauhan. Pendapat ini terbantah oleh kenyataan bahwa survei dasar samudera menunjuk-kan tidak pernah ada bekas jembatan daratan yang telah tenggelam.
Paleobotani juga menunjukkan pola yang mirip dari pemisahan benua. Fosil biji-bijian pakis Glossopteris telah ditemukan dlm batuan-batuan yg berumur sama di Amerika Selatan, Afrika Selatan, Australia dan India, serta di Antartika sekitar 480 km dari Kutub Selatan. Biji-bijian matang tanaman pakis tersebut berdiameter beberapa milimeter, terlalu besar untuk dapat disebarluaskan oleh angin menyeberangi samudera Atlantik.
Sedikit bukti yang jelas lainnya adalah keterkaitan suatu populasi makhluk hidup dengan iklim. Sebagai dampak dari pergeseran benua secara latitudinal akan menyebabkan kondisi iklim yang tidak sesuai untuk organisme tertentu. Dan juga proses dari lempeng tektonik dapat menyebabkan perubahan topografi dan merubah habitat yang tersedia untuk organisme tertentu.

  

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjmIAexUcvLrhcz5XOwX-G5CKXTxI6_9n9UOLjSPruLgXSswt6jOfbVbu8EDkXoINt55a3iz3UIiGRiCDVsdZEiSKdfMaHdVFoR7aGB3h4EQMh45VFgiFYNWux6wC-bwHNYqXauu4LSkKj8/s1600/fosil.jpg
                                        Gambar 2 : Fosil ikan
F.      Struktur dan Jenis Batuan
Rekronstruksi dari benua yang terpisah berdasarkan pada kecocokan geometri pada pinggir dangkalan benua. Jika hal tersebut sesuai dengan keadaan masa lampau, maka sangat mungkin untuk menelusuri jejak-jejak geologi yang sesuai sepanjang jalur pemisah antara bentuk geometri yang cocok. Namun tidak semua lokasi dapat ditelusuri dengan baik. Jejak-jejak geologi yang diperkirakan akan muncul akibat pergeseran benua dapat menghilang atau tidak ditemukan akibat adanya proses gelogi yang juga mempengaruhi struktur batuan di suatu tempat. Beberapa contoh yang dapat ditelusuri antara lain :
1. Jalur lipatan, lipatan Appalacian di Amerika Utara yang berkesinambungan dengan lipatan Caledonian di Eropa utara. Dalam endapan sedimen pada jalur lipatan, terdapat bukti-bukti pergeseran benua. Ukuran butiran, komposisi, serta penyebaran umur mineral dalam sedimen dapat digunakan untuk mengidentifikasi sumber dari sedimen tersebut. Sumber dari sedimen Caledonian di Utara Eropa berada di sebelah Barat di lokasi yang sekarang ditempati samudera Atlantik, menandakan bahwa pada masa lampau lokasi tersebut ditempati oleh lempeng benua. (Rainbird et al, 2001; Cawood et al., 2003).
2. Umur batuan. Hubungan pola umur batuan sepanjang selatan Atlantik menandakan adanya kecocokan struktur pada bagian barat Afrika dengan bagian Timur Amerika Selatan (Hallam, 1975).
3. Irisan stratigrafi. Jalur stratigrafi khusus juga dapat dikorelasikan dengan pergeseran benua. Seperti yang terlihat pada gambar dibawah ini menunjukkan irisan stratigrafi pada benua Gondwana. Adanya kesamaan pada fosil yang terdapat di lapisan batuan menunjukkan bahwa batuan tersebut dulunya merupakan satu bagian.
4. Struktur metalogenic. Wilayah yang memiliki material seperti magnese, besi, dan emas, dan perak memiliki kemiripan sepanjang jalur pantai dari rekronstruksi benua sebelum terjadinya pemisahan. (Evans, 1987).
G.    Paleoglasiasi
Selama akhir era Paleozoikum (~300 juta tahun lalu), lapisan es menutup sebagian besar benua-benua di bumi bagian selatan. Endapan yang ditinggalkan oleh lapisan es purba ini masih dapat dikenali, alur-alur dan lekuk-lekuk batuan yang ada di bawahnya menunjukkan arah pergerakan lapisan es purba tersebut. Kecuali Antartika, semua benua di bumi bagian selatan sekarang terletak di dekat ekuator. Sebaliknya, benua-benua di bumi bagian utara tidak menunjukkan bekas-bekas jejak glasiasi purba tersebut. Justru sebaliknya, fosil-fosil tanaman di tempat tersebut menunjukkan adanya sisa-sisa tanaman iklim tropis. Padahal, wilayah iklim ditentukan oleh garis lintang setempat. Hail ini merupakan indikasi bahwa benua-benua di bumi bagian utara dahulu berada di dekat ekuator, sesuai dengan bukti-bukti paleoklimatik.  Yang lebih sulit dijelaskna adalah arah aliran es purba tersebut. Pemetaan regional alur-alur dan lekuk-lekuk glasisai menunjukkan bahwa di Amerika Selatan, India dan Australia, aliran es mengarah ke daratan dari lautan. Arah aliran seperti ini tidakmungkin terjadi, kecuali dahulu ada daratan di tempat-tempat yang sekarang berwujud lautan. Jika benua-benua digabungkan seperti yang diusulkan Wegener, wilayah glasiasi akan menyatu dengan rapi di dekat Kutub Selata, dan arah aliran es purba dapat dijelaskan dengan mudah. Pola glasisai purba dipertimbangkan sebagai bukti kuat pergeseran benua, dan para ahli geologi yang bekerja di bumi bagian selatan sangat mendukung teori pergeseran benua. Karena mereka dapat melihat buktinyalangsung dengan mata sendiri.
H.    Paleoklimatik
Distribusi wilayah klimatik pada permukaan bumi dipengaruhi oleh interaksi kompleks dari beberapa fenomena, seperti penyinaran matahari, arah angin, arus samudera, ketinggian , dan batas topografi. Sebagian besar fenomena ini hanya sedikit yang diketahui dalam rekaman geologi. Secara umum, posisi lintang merupakan faktor yang paling dominan untuk mempengaruhi kondisi iklim di suatu wilayah, dengan mengabaikan wilayah mikro klimatik yang bergantung pada kombinasi fenomena lain yang langka, sehingga studi mengenai iklim purba dapat menjadikan indikator dimana dulunya batuan purba berada. Maka dari itu, paleoklimatik, yang merupakan studi mengenai iklim dimasa lampau (Frakes, 1979), dapat digunakan untuk menyelidiki bahwa benua mengalami pergeseran setidaknya dalam arah utara selatan.
Bukti-bukti tentang perubahan iklim yang mecolok, mendukung teori pergeseran benua. Endapan batu bara yang sangat besar di Antartika menunjukkan bahwa dahuu daerah ini ditumbuhi oleh tanaman berkayu dari daerah tropis, dan sekarang sebagian besar tertutup es. Di benua-benua lain, endapan garam, formasi batuan pasir (sandstone) dan terumbu karang, memberikan putunjuk tambahan yang memungkinkan untuk merekronstruksi zona iklim purba. Pola iklim purba sangat mengherankan jika diandang dari posisi benua-benua saat ini, tetapi bila benua-benua tersebut dikelompokkan seperti sebelum terjadinya pergeseran, maka pola iklim tersebutdapat dijelaskan dengan mudah.Contoh lainnya adalah endapan karbonat dan terumbu karang yang dibatasi pada perariran hangat (sekitar 300 c) dari ekuator, saat ini temperatur berada di batas yang lebih luas antar 25-300 c. Evaporite yang terbentuk dalam kondisi yang panas dan kering pada region dimana evaporasi melewati arus air laut dan/atau presipitasi, dan biasanya berada pada cekungan yang berbatasan dengan laut, saat ini tidak terbentuk di dekat ekuator, tetapi lebih ke daerah subtropis yang kering dengan tekanan yang tinggi dimana kondisi yang seharusnya berlaku. Diyakini bahwa fosil evaporite terbentuk pada wilayah dengna garis lintang yang serupa (Windley, 1984).

Komentar

Postingan Populer